Terkadang hasil riset atau penelitian baik di sebuah institusi pendidikan maupun lembaga lainnya menjadi sebuah berita di media masa. Baik cetak maupun elektronik. Penelitian tersebut dapat berupa penelitian kuantitatif ataupun kualitatif. Bisa berupa penemuan / inovasi sebuah peralatan baru layaknya robot, pemecahan rumus kalkulus algoritma yang rumit, hingga penelitian kualitatif yang melibatkan survei dan kuisioner. Penelitian kualitatif memang bisa berdampak cukup besar. Dalam artian bisa mempengaruhi persepsi atau paradigma masyarakat secara luas mengenai sebuah hal. Misalnya ketika survei calon pemimpin negara yang disukai oleh masyarakat.
Jika kedua belah pihak, yakni si pembuat berita dan masyarakat penikmat berita tidak memahami betul esensi dari penelitian tersebut, maka tak jarang salah persepsi dan isu ‘mengalihkan perhatian’ terjadi. Jadi, dalam penyampian berita seperti itu sudah selayaknya harus disampaikan secara proporsonal. Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan pembaca ketika menikmati sebuah berita mengenai penelitian kualitatif. Agar nantinya pembaca dapat menilai sendiri dengan bijak apa manfaat berita tersebut tanpa harus ‘menuruti’ uraian seperti apa yang dituliskan dalam berita. Yakni mengenai sampel, metode dan waktu, hasil dan relevansinya terhadap kondisi yang ada saat ini. Sampel juga berkaitan dengan darimana atau lokasi serta jumlahnya. Sedangkan metode tidak harus diartikan sebagai langkah-langkah detail secara ilmiah, tetapi paling tidak menggambarkan alur dan waktunya agar dapat dengan mudah dipahami masyarakat secara umum. Sedangkan relevansi berpengaruh pada isu-isu hangat yang sedang terjadi.
Contoh pertama. Ketika ada berita yang mengatakan bahwa filter rokok mengandung enzim babi. Penelitian tersebut, kata beberapa media masa, dilakukan oleh seorang profesor dari Australia. Dari segi sampel, entah mengapa jarang sekali media yang berhasil mengungkap mengenai hal tersebut. Padahal jika ditelusuri, sebetulnya sangat penting untuk diketahui. Yakni jika sampel yang diambil adalah dari Australia, apakah sama dengan jenis yang ada di Indonesia? Karena mengandalkan analogi saja, tidak bisa men-generalisir hasil sebuah penelitian. Bahwa yang terjadi di tanah air adalah sama. Apalagi belum jelas metode atau runtutan cara yang digunakan. Belum lagi tidak adanya pihak perusahaan rokok tanah air atau yang mewakili untuk berkomentar / mengkonfirmasi mengenai hal itu. Jadi boleh dibilang masih ada ketimpangan. Bukan bermaksud membela pihak manapun dan memperdebatkan haram atau tidaknya serta kemanfaatan rokok, tapi ketika berita tersebut disampaikan media serasa pas sekali dengan pemberitaan fatwa haram merokok oleh sebuah ormas islam. Jadi, hal tersebut bisa dikategorikan memberikan dampak sosial yang besar. Karena memang sebagian penduduk Indonesia adalah perokok. Padahal, sekali lagi, belum jelas esensi-esensi penelitian tersebut untuk ditarik menjadi sebuah kesimpulan yang bermanfaat bagi masyarakat di tanah air. Tapi malah justru terlanjur ’termakan’ mentah-mentah. Menjadi topik hangat untuk diperbincangkan yang seolah-olah benar adanya kondisi demikian di tanah air. Atau mungkin bisa jadi pihak pencari berita tak tau menahu atau sengaja merasa tidak tahu mengenai esensi berita penelitian dan hanya sekadar mengutip berita lain dari mancanegara. Karena media informasi kini terbuka sangat luas.
Contoh kedua, mundur ke belakang beberapa tahun lalu. Dimana seorang penulis buku pernah meneliti di jogja. Konon sebagian besar mahasiswi di jogja sudah pernah berhubungan sex alias tidak virgin. Berita tersebut sempat menjadi buah bibir di masyarakat, dan bahkan beberapa kabar menyebutkan jika orang-orang tua/wali mahasiswi-mahasiswi luar kota yang kuliah di jogja menjadi khawatir. Tak jarang yang dihubungi untuk diminta kembali pulang ke kampung halaman menunggu situasi reda. Tapi, hasil penelitian tersebut sesungguhnya tidak diiyakan oleh beberapa peneliti/akademisi lain. Karena masih dipertanyakan sampel dan metode surveinya. Atau memang media masa yang sudah terlanjut menyimpulkan terlalu luas pada waktu itu dan berebut menjadikan headline agar digemari pembaca?
Memang tidak semua penelitian kualitatif yang diberitakan media seperti itu. Tapi setidaknya hal-hal di atas dapat dijadikan pedoman untuk menilai kredibilitas sebuah media masa. Ada hal-hal lain yang mungkin bisa dijadikan sebuah rujukan atau informasi yang bermanfaat tanpa harus memperdebatkan mengenai sampel, metode dan lain sebagainya. Misalnya ketika sebuah penelitian yang menyimpulkan alasan-alasan mengapa remaja sudah bangun pagi. Padahal jelas bahwa penelitian tersebut dilakukan di luar negri. Dengan sampel bukan pribumi yang entah pola tingkah laku serta budayanya belum tentu bisa dianalogikan sama dengan pola remaja di tanah air, untuk menyimpulkan sebuah hal. Tetapi paling tidak bisa menjadi sekadar masukan tips. Dan tidak terlalu menjadikan masyarakat risau dan gerah karena sebuah isu.
Tidak bisa dipungkiri bahwa isu hangat memang bisa mendongkrak pemberitaan di sebuah media. Tapi alangkah lebih baik lagi jika berita yang disampaikan dapat memberikan pemahaman dan persepsi yang benar. Bukan sekadar mengikuti trend atau topik hangat yang sedang marak diperbincangkan. Media masa juga mempunyai peran mendidik, bukan sekadar budaya latah. Walaupun hal tersebut perlu proses saat ini.
Dan satu lagi pelajaran yang semoga bisa dijadikan masukan. Adalah masih sedikit atau memang masih seringnya keberpihakan berita hasil riset / penelitian dari dalam negri. Entah penelitian di dalam negri kurang secara kualitas atau masih sedikit. Atau bisa juga karena anggapan kalau ilmuwan dari negara-negara maju jauh lebih baik. Dan mungkin saja pemasaran hasil riset Indonesia kurang diperhatikan.
[…] This post was mentioned on Twitter by Nurrahman . Nurrahman said: ironi sebuah berita; http://pendek.in/01atp […]
Objektivitas & independensi suatu hasil penelitian memang sering kali dipertanyakan ketika hasilnya digunakan untuk kepentingan tertentu, misalnya yang seringkali dikutip & dipublikasikan banyak media sebagai headline, padahal dalam setiap penelitian ada asumsi yang membatasinya sehingga kesimpulannyapun terbatas pada asumsi tersebut..
betul mas, ada asumsi dan batasan
betul sekali bang, integritas penelitipun akan dipertaruhkan disini kalau sudah ditunggangi kepentingan tertentu…
dapat pertamaxx dulu.. Komen dulu bacanya ntar aja ya mas..
good job. btw jika berkenan minta komentar atau tanggapannya untuk tulisan saya di http://adieriyanto.blogspot.com/2010/04/oeroeg-dan-jalan-panjang-humanisasi.html
terima kasih sebelumnya.
Salam kenal
;=)
great artikel
salam hangat dari blue
ouh… gitu yah,,,
salam kangen mas…. 🙂
accan came back…!!
main ke humku ya,, (blog) ada new post,, mohon comentnya,,, 🙂
mas,,,
makasi yah awardnya,,,,
maaf baru sempat diambill
sukses ya mas,,,
xoxo
YULIA RAHMAWATI
Get Up,Survive, Go Back To The Bed
Penelitian dosen dan mahasiswa harusnya masuk ke jurnal penelitian. 😀
wah, bener juga, ya. intinya, kita harus punya pandangan yang skeptis, ya!
media memang dpt membentuk imaji masyarakat.butuh kearifan menilai sebuah berita.termasuk melalui media internet.
Memang terkadang hasil penelitian menjadi tidak netral
Ya tapi banyak juga yg akurat
suatu penelitian biasanya ada batasan-batasan tertentu yang mudah dirunut dan bisa diuji ulang
mestinya sbg pembaca kita mau meneliti sumber berita, tak semua media teliti dg sumbernya, salam kenal ya bro, makasih sudah mampir, maaf nih baru ke mari 🙂
riset terbatas hanya pada sample yang diamatinya, seharusnya media massa mengetahui itu..kecuali sample yang digunakan generalisasi sampelnya terpenuhi, seperti sampel dalam tes inteligensi.
sayangnya tidak semua mengetahui ato pura2 tdk mengetahui 😀
mngkn risetnya ga libatkan media sbagai pembanding…dan juga mungkin adanya unsur pesanan aja …hehehhe
bisa jadi kang
WAH MENARIK NIH. BISA DINIKMATI SEMUA ORANG, MEMBERIKAN INFORMASI YANG OKE PUNYA.
MAMPIR KE BLOG KAMI
info yg menarik…
berita zaman skrg sudah sukar dikawal sebab sumber berita boleh didapati dari mana2..
mari menanggalkan semangat inferioritas itu….
klo penelitian di Indonesia kayaknya kebanyakan begitu, tapi klo di Luar Negeri kayaknya hal seperti ini sedikit gan
sayangnya banyak “tafsir” kurang tepat dalam menyikapi penelitian dari luar negri 🙂
[…] bahwa dahulu sesekali pernah mengajarkan mata kuliah metode penelitian dengan kurang lengkap. Ya, ironi berita penelitian lagi-lagi sudah terlanjur terjadi. Berulang. Entah tidak disengaja karena khilaf masal, atau […]
[…] dengan mudah oleh khalayak umum. Hal ini juga bisa bermanfaat untuk mencegah plagiat dan mengurangi ironi berita penelitian. Dimana sebuah berita penelitian tidak sedemikian dipahami dengan baik keterkaitan antara judul […]
[…] pada politisasi beberapa bulan lalu. Pertama, mengenai pentingnya ASI eksklusif. Kedua, mengenai ironi berita penelitian. Ketiga, mengenai kepercayaan (kritik dan saran) masyarakat terhadap pemerintah atau penguasa. […]
[…] jika memang belum ada studi perihal itu, maka sebetulnya adalah topik yang bagus untuk dilakukan penelitian/riset (untuk skripsi, tesis dan seterusnya) guna mengukur ketepatan kebijakan / strategi itu. […]
[…] jika memang belum ada studi perihal itu, maka sebetulnya adalah topik yang bagus untuk dilakukan penelitian/riset (untuk skripsi, tesis dan seterusnya) guna mengukur ketepatan kebijakan / strategi itu. […]
[…] menjadi iklim yang cukup baik. Setidaknya itu menurut pengalaman dan pendapat pribadi. Hasil penelitian (baik di kampus maupun luar kampus), kompetisi ide produk, proposal bisnis, dan […]