Gunungpati, Semarang. Siang hari itu suasana jalan lengang. Ketika seorang pengendara sepeda motor melintasi jalan, sejurus kemudian seorang aparat penegak hukum lalu lintas mengejarnya. Lalu keduanya berhenti di pinggir jalan. Pengendara sepeda motor adalah seorang kakek yang sudah cukup berumur, tetapi masih terlihat cukup bugar. Dengan postur tubuhnya yang kurus dan kulit berwarna gelap agak keriput.
Lalu si kakek dibawa ke pos penjaga terdekat. Dan terjadilah dialog dimana aparat penegak hukum tersebut menilai bahwa si kakek itu melanggar marka jalan. Marka jalan garis putih tanpa putus-putus di tengah jalan dilanggar karena akan menyalip kendaraan di depannya. Mungkin si kakek itu tergesa-gesa. Singkat cerita, terjadi percakapan sederhana.
Aparat : ”Panjenengan badhe tindak pundi tho?” (Mau pergi kemana Pak?)
Kakek : ”Badhe tilik putu.” (Mau menengok cucu)
Aparat : ”Panjenengan niku salah pak. Nglanggar marka. Mesti ditilang”. (Anda bersalah pak. Melanggar marka. Harus ditilang)
Seraya menulis sebuah form dan menyebutkan sejumlah nominal yang harus dibayarkan si kakek agar urusan tidak berkepanjangan.
Kakek : ”Niki kulo namung gadhah artho kaleh dhoso ewu.” (Saya hanya punya dua puluh ribu)
Sambil mengeluarkan seluruh isi dompet si kakek.
Aparat : ”Nggih nek ngaten, panjenengan kedah sidang pak.” (Kalau begitu, anda harus sidang)
Kakek : ”Nuwun sewu pak. Niki kulo namung gadhahe semanten. Nek panjenengan kerso nggih monggo. Nek mboten nggih kulo badhe mboten teko nek sidang. Kulo tiyang tebih pak. Saking magelang. (Maaf pak. Saya hanya punya segitu. Kalau mau ya silakan. Tapi kalau tidak, saya tidak akan datang sidang. Saya datang dari jauh, dari magelang)
Diucapkan si kakek dengan nada datar. Ucapan tersebut tidak tanpa alasan. Karena si kakek sudah cukup berpengalaman. Dan cukup tahu bahwa jikalau terpaksa kondisi harus sidang, maka uang yang harus dikeluarkannya akan berlipat. Sekitar seratus. Dan lagi jika terjadi demikian, ia harus bolak-balik magelang-semarang lagi. Sungguh melelahkan pikirnya. Sehingga dengan lugas ia berbicara apa adanya. Mungkin karena sudah terlalu capek menempuh perjalanan juga bisa. Lalu, entah mungkin karena si aparat merasa lebih muda atau sedikit kasihan, ia berpikir sejenak.
Dan akhirnya menerima sejumlah nominal yang hanya dimiliki oleh kakek tersebut.
***
Mungkin kejadian di atas terlihat sepele. Dan tawar-menawar harga jika kondisi memaksa seperti di atas acapkali terjadi. Dan bukan tidak mungkin jika tawar-menawar harga itu terjadi tidak hanya di pos penjaga jalan raya, tetapi di areal aparat penegak hukum lainnya yang lebih luas. Apalagi dengan maraknya kasus hukum yang lebih rajin muncul di pemberitaan media akhir-akhir ini. Markus, korupsi dan sebagainya. Bukan sebuah cerita khayalan belaka. Entah cuplikan cerita di atas sudah bisa dikategorikan hal biasa, atau ada sesuatu yang salah. Jikalau ada yang salah; mungkin aparat penegak hukum kurang tegas atau sedikit keliru memaknai hukum dan keadilan, masyarakat kurang mematuhi hukum, atau ada yang kurang tepat antara hukum yang diterapkan dengan kondisi sosial masyarakat kini?
bwahah
jadi ingat zaman SMA
hampir ditilang
tapi aku ma temen cuek aja
kita tetep ngeloyor pergiiiii
heheh
Banyak hal begini terjadi 😦
dan tawar menawar pun dilakukan.. lia juga pernah hampir kena tilang.. cuma ya itu pandai2 cari alasan… akhirnya bebas juga..
maaf bukannya gak mau taat hukum.. namun penegak hukumnya yang juga mengajarkan untuk tidak taat hukum 😦
[…] This post was mentioned on Twitter by Nurrahman . Nurrahman said: cerita tentang ditilang; http://tinyurl.com/35ufgv4 […]
bagusnya, rakyat taat hukum, aparat taat hukum, semua jd tertib..
lha aparat jd ga ada dong tugasnya 😀
Saya juga perna tilang Mas baru2 ne, tapi kejadiannya agak lucu de.. kalau mau tau mampir aja ke Blog saya…
hampir mirip dengan pengalaman saya mas… nyang2an…
kayaknya dah jadi rahasia umum, terkadang jadi terkesan emang bisa “dinominalkan”, bukan lagi “demi menghormati dan taat hukum” 🙂
Bukan mas, kalau sidang saya paling cuma kena denda 30ribu aja kok untuk pelanggaran marka jalan.
maybe
saya kalo dicegat polisi selalu pasang tampang galak dan sombong, biar dikirain orang penting :p
pengalaman yah?hehehe..klo saya biasa saja lah 😀
Wahaha.. Dasar Aparat 🙂
Dinamikan Aparat di Indonesia 🙂
paling aman kalo yang ngerazia pas teman sendiri, biasanya akan langsung disuruh terus tanpa ikut pemeriksaan.
itulah realita kondisi hukum kita kang..banyak celah
kita harus mampu memanfaatkannya.he2
memanfaatkan utk kebaikan dgn cara kurang baik sebetulnya juga kurang pas 😀
wah ga ngerti mas mana yg bener mana yg salah, bener semua ato salah semua ya hehehe
kadang² dilemanya masalah tilang menilang memang seperti ini…
Salam Takzim
Pelanggaran acap kali terjadi hanya karena mengejar waktu, mengapa sih waktu harus dikejar kan sudah ditetapkan 24 jam sehari, coba atur biar tidak mengejar
Salam Takzim Batavusqu
memandang dgn cara pandang yg lain, seep 😀
waah.. kalau di saudi sana gak kenal uang2 kek gtu de’… kalau kena tilang, tinggal kita dikasih surat n dapat point tilang ajah… terus ntar akan berpengaruh pada pengurusan surat2 ke kepolisian, misal perpanjangan SIM dll… bahkan kalau kita ngelanggar lalin pun, tau2 catatan pelanggaran kita udah tercatat di kantor polisi tanpa kita sadari hehehe…
wah disana mungkin sudah cukup teratur dan disiplin yah
ckck
indonesia indonesia
haha
ckckck,,ini sudah sangat sering terjadi
gara-gara kurang taat pada peraturan eh kena tilang lah kok malah nda mau sidang, eh polisi mau juga dikasih uang, klop lah, klo ada orang mau disuap yang pasti ada yang mau nyuap,,ya to
sebenernya kalau kita sidang uangnya akan masuk kas negara, walaupun memang ribet sih, kalau mbayar ke pak polisinya ya masuk kantong pribadi kekeke,,
*alhamdulilah belum pernah kena tilang asal tidak agresif dijalan 😀
Wah kalo kasihan ya jangan diterima uangnya…. suruh aja pergi…. 😦
potret yang menyedihkan memang. semoga kita tidak melanggar aturan. dan jika suatu ketika kita melanggar, maka kita harus bertanggungjawab. mungkin sulit menantikan adanya polisi yang jujur di jalan dan tidak mau disogok, maka masyarakat harus berani untuk disidangkan. kalau masyarakatnya sudah paham bahwa tiap tilang asal ngasih, maka polisinya keenakan atuh, jadi rutin nilang demi pemasukan tambahan.
Tertib itu kuncinya disiplin citra diri bangsa, betul gak!!! kita sebagai generasi muda mari kita tanamkan displin tertib mentaati semua peraturan saya yakin selamat dunia akhirat…