Sedari bersekolah; bisa dikatakan semenjak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, setiap murid selalu diajari tentang apa itu kebutuhan pokok. Atau apa itu kebutuhan utama alias primer. Setelah itu baru dijelaskan tentang kebutuhan sekunder dan tersier. Lalu, seiring waktu berjalan, terkadang kebutuhan itu bergeser. Maksudnya, yang dulu bergenre kebutuhan sekunder bergeser menjadi kebutuhan primer. Misalnya, kini yang namanya handphone atau telepon genggam bisa jadi secara umum sudah hendak menginjak menjadi kebutuhan primer. Lalu contoh lainnya seperti internet; bisa telah naik kelas dari kebutuhan tersier atau mewah, menjadi kebutuhan sekunder. Tetapi, jarang yang berperilaku sebaliknya atau turun kelas. Barangkali itu adalah efek semakin majunya peradaban manusia? Mungkin saja.
Berbicara tentang kebutuhan primer; disepakati dan ditanamkan pada para murid di sekolah bahwa mereka adalah pangan, sandang dan papan. Makan, pakaian dan tempat tinggal. Jadi pada kenyataannya lalu tertanamlah bahwa tanpa ketiga itu, manusia tak lengkap atau tak dapat hidup; ekstrimnya. Benarkah? Barangkali logika sesaat dan akal akan mengiyakannya. Tapi terpikirkankah bagaimana cara memenuhi 3 kebutuhan primer itu? Itu sisi yang terlupakan atau sisi kritisi dari sudut pandang lain. Bagaimana cara memenuhi ketiga kebutuhan primer itu? Ketika seorang murid sudah dewasa, barangkali seumuran lulus sekolah menengah atas lalu mereka akan mencoba mulai menyadari hal itu. Atau jikalau karena kondisi yang memaksa, lalu mereka akan menemukan jawabannya itu dengan sendirinya.
Karena bisa jadi kedewasaan seseorang akan menggiring pada sebuah opini atau kesimpulan nyata. Bahwa ada yang lebih penting dari ketiga kebutuhan primer itu; pangan, sandang, papan. Bahwa cara untuk memenuhi ketiga kebutuhan itu adalah pendidikan dan pekerjaan. Jadi ketika kedewasaan dan kemandirian hidup telah ada maka akan tumbuh kesadaran bahwa dengan pendidikan yang baik maka akan memperoleh pekerjaan yang cukup. Lalu bisa memenuhi pangan sandang papan. Begitulah lalu seperti siklus. Karena sebelum kemandirian hidup belum ada, ketiga kebutuhan primer itu dicukupi oleh orang tua atau wali. Benar kan?
Pendidikan dan pekerjaan. Semoga pemahaman tentang keduanya bisa diperluas. Substansinya semoga lebih bisa ditanamkan semenjak di bangku sekolah. Pendidikan yang terlalu dipahami sempit dalam artian sekolah formal, terlalu dalam ditanamkan di benak para murid. Kan yang namanya sekolah tidak melulu di bangku sekolahan, sekolah itu pendidikan untuk menuntut ilmu. Bisa dimana saja, pun di pergaulan masyarakat dan keluarga. Tentang bagaimana mencari pekerjaan, pun sepertinya masih kurang diberikan pemahaman dengan baik di bangku sekolah. Barangkali baru menginjak kuliah, beberapa mahasiswa akan terbuka tentang bagaimana dan memang sebaiknya menciptakan pekerjaan. Lapangan kerja. Bukan melulu mencari pekerjaan adalah menjadi pekerja yang bekerja kepada pihak lain. Menciptakan pekerjaan atau jadi wiraswasta itu pekerjaan “kelas dua”. Alias gengsinya kurang. Begitu kan yang secara umum tertanam di mayoritas benak paramurid sekolah Indonesia? Barangkali itulah resiko bisnis atau wiraswasta karena jikalau ujungnya kesuksesan besar maka akan dielu-elukan, tapi ketika terpuruk terlalu diremehkan.
yayaya.. terima kasih infonya..
sama-sama 🙂
begitulah Nur,, mau jualan pisang goreng aja jadi maju mundur nih,,
kapan mau jadi owner yaa..
wew,ternyata pengusaha pisang goreng 😀
[…] berupa social entrepreneurship dan kepedulian terhadap pendidikan. Karena pendidikan adalah kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok seanjutnya adalah pekerjaan. Sehingga bisa dipergunakan untuk mendapatkan […]