Cukup mahal memang. Muridnya dituntut mahir bahasa Inggris, tapi tak perlu halnya dengan bahasa daerah sebagai warisan budaya luhur. Bahasa Inggris, tapi sebetulnya tidak semua guru sudah siap untuk itu. Lumrah. Namanya juga sekolah khusus untuk segmen pasar mereka yang mampu (secara ekonomi setidaknya). Tapi ya tetap banyak yang minat; padahal tidak ada jaminan bahwa selepas lulus sekolah maka akan kuliah di universitas berkelas internasional, bekerja di perusahaan internasional, atau di pasar internasional, ataupun di rumah sakit internasional. Dan kalaupun jadi pengusaha, juga belum tentu jadi pengusaha internasional. Mungkin, mungkin itulah skenario strategi pihak penguasa untuk mencari pendapatan buat negara dalamsektor selain pajak? Ah yang benar skenario bisa seperti itu! Kenapa tidak melakukan pemerataan pendidikan dahulu ya? Padahal itu nyata, bahkan fenomena film Laskar Pelangi itu masih ada kini. Sekolah pedalaman yang masih minim, infrastrukturnya membuat miris. Kenapa juga tidak membuat dan lebih dulu mengurusi sekolah untuk anak jalanan, sekolah untuk rakyat pedalaman, sekolah untuk anak-anak perbatasan, sekolah karawitan, dan seterusnya! Kalau berdalih internasional, internasional yang mana? Kan hanya negara maju barat eropa amerika kulit putih saja yang dijadikan rujukan!
wah, hebat ya siswa yang sekolah dengan tarif internasional
soal nantinya, kualitas pelajarnya bagaimana juga, apa sekedar gengsi karena kemampuan finansial, atau ada tujuan lain
paling ntar ganti mentri dan ganti presiden, program itu sudah hangus…
jangan jauh2 ke pelosok Nur,,
saya pernah nonton di TV baru2 ini,, berlantai tanah,, dan becek kalo hujan,, tak pikir itu sekolah berada di Pulau terluar,, ga taunya cuma beberapa KM dari Ibu Kota 😦
tapi pihak penguasa lbh peduli mbangun sekolah “bertarif internas” drpd pemeratan rakyat 😦
disitu “terlampau berkualitas” disisi lain “masih terbelakang”
kalo ga merata begini..bisa tinggi banget kesenjangan sosial
[…] mewah di kota besar laris manis, tapi di sisi lain memang perumahan rakyat yang kumuh masih ada. Sekolah bertaraf internasional telah mulai dirintis, namun kisah seperti di novel laskar pelangi masih bisa ditemukan. Bahkan […]
[…] pendidikan belum merata adalah tidak dipungkiri. Justru seolah sibuk membuat sekolah yang katanya bertarif internasional, dan pemerataan pendidikan itu lebih diapresiasi oleh salah satunya Indonesia Mengajar. Jangan […]
[…] meskipun anggaran naik tapi belum optimal. Justru memilih membuat sekolah bertarif internasional dan yang miskin lebih susah berkesempatan untuk mengenyam bangku kuliah. Sektor infrastruktur, […]
[…] meskipun anggaran naik tapi belum optimal. Justru memilih membuatsekolah bertarif internasional dan yang miskin lebih susah berkesempatan untuk mengenyam bangku kuliah. Sektor infrastruktur, […]
[…] tambahan yang dimaksud adalah les atau kursus di luar sekolah. Tentunya juga di luar jam pelajaran sekolah. Ada yang bilang mengapa harus susah payah atau harus ada lembaga penyelenggara les […]